Hampir setiap manusia yang mengenal cinta pernah mengalami penolakan dalam hidupnya. Bagaimana cara mereka mengatasi dan melaluinya, tentu berbeda-beda. Berikut ini beberapa strategi yang mungkin membantu mengembalikan rasa percaya diri Anda setelah setelah ditolak seseorang.
Sebagian pemuda yang dimabuk asmara akibat mengobral pandangan kepada perempuan-perempuan yang juga tidak punya rasa malu mungkin akrab dengan slogan ini, ‘Cinta ditolak, dukun bertindak’. Ada dua hal pokok yang perlu kita kritisi dalam slogan ini.
Pertama, cinta yang salah penerapan. Ketika orang berbicara cinta, maka yang terpikir di otak para remaja adalah pacaran, apel, nonton bareng, dan seabrek kegiatan mendekati zina lainnya. Yang kedua, ketika kepentingan hawa nafsu mereka tidak terpenuhi, maka otomatis mereka lari kepada para dukun yang notebene justru menceburkan mereka ke dalam dosa yang jauh lebih berat yaitu syirik dan kekafiran.
Ini tidak jauh dengan ungkapan, ‘Lepas dari gigitan singa, terjatuh ke mulut buaya’. Nah, tentu ini merupakan musibah dan bencana yang menghancurkan iman dan jati diri seorang insan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia berkenan mengampuni dosa lain di bawah tingkatan syirik bagi orang yang dikehendaki-Nya.” (QS. an-Nisaa’ : 116).
Perhatikanlah, inilah realita umat yang hari ini kita hadapi… Ketika aqidah dan akhlak generasi muda telah terkikis dan luntur dari lubuk hati mereka, maka secara otomatis syaitan dan bala tentaranyalah yang bekerja dan memegang kendali dalam tubuh dan akal pikiran mereka. Maka tidaklah mengherankan jika banyak remaja yang menggandrungi kisah-kisah fiksi yang menyajikan lika-liku dunia perdukunan dan sihir menyihir, bahkan ia menempati posisi best seller yang terjual laris dalam waktu yang singkat, laa haula wa laa quwwata illa billaah!
Sementara di sisi lain, kita saksikan kitab-kitab para ulama salaf masih menjadi barang langka yang menghiasi rak dan meja para pemuda dan generasi penerus perjuangan Islam di masa depan. Jangankan memiliki kitabnya, membaca tulisan arab gundul pun mereka tidak sanggup melakukannya… Sungguh memprihatinkan, sebuah umat yang telah diwarisi dengan al-Kitab dan as-Sunnah oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun justru lebih menggandrungi kitab-kitab ‘sihir’ yang memalingkan mereka dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Ketika dahulu para sahabat asyik menelaah dan menyimak hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perbincangan mereka sehari-hari -sampai-sampai mereka menangis-, namun pada hari ini kita saksikan obrolan kaum muda hanya dipenuhi dengan gelak tawa dan isak tangis palsu gara-gara menonton film favorit, pertandingan sepak bola yang sarat dengan suporter ala jahiliyah, dan artis idola atau ramalan bintang anda hari ini, fa inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun.
Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang dikatakannya maka sungguh dia telah kafir kepada wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. al-Bazzar dengan sanad jayid qawiy, disahihkan al-Albani dalam Shahih Targhib wa Tarhib [3044]). al-Qurthubi menjelaskan bahwa yang dimaksud wahyu yang diturunkan tersebut adalah al-Kitab dan as-Sunnah (Fath al-Majid, 268).
Dalam riwayat al-Bazzar yang bersumber dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu dengan lafaz, “Barangsiapa yang mendatangi paranormal, tukang sihir, atau dukun, lalu dia membenarkan perkataannya maka sungguh dia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Shahih Targhib wa Tarhib [3044]). Dalil ini menunjukkan bahwa dukun dan tukang sihir dihukumi kafir, karena mereka telah berani mengaku mengetahui ilmu gaib, padahal perbuatan itu merupakan kekafiran. Demikian juga orang yang membenarkan perbuatan mereka dan meyakini apa yang mereka ucapkan dan meridhai perbuatan tersebut maka hal itu juga termasuk kekafiran, demikian papar Syaikh Aburrahman bin Hasan (Fath al-Majid, hal. 268).
Tentu saja hal ini menunjukkan kepada kita bahwa praktek perdukunan dan paranormal -apa pun istilahnya- merupakan penyakit masyarakat yang sangat ganas dan mematikan. Gara-gara ulah mereka aqidah masyarakat menjadi rusak, tatanan agama menjadi tidak lagi dihiraukan, muncul permusuhan, pengambilan harta tanpa hak, dan pertumpahan darah di atas muka bumi. Lebih parah lagi jika orang-orang itu -dukun/paranormal- telah dilabeli dengan gelar kyai atau pakar pengobatan alternatif. Pada hakikatnya ini adalah penyesatan yang dipoles dengan kata-kata yang indah.
Pertama, cinta yang salah penerapan. Ketika orang berbicara cinta, maka yang terpikir di otak para remaja adalah pacaran, apel, nonton bareng, dan seabrek kegiatan mendekati zina lainnya. Yang kedua, ketika kepentingan hawa nafsu mereka tidak terpenuhi, maka otomatis mereka lari kepada para dukun yang notebene justru menceburkan mereka ke dalam dosa yang jauh lebih berat yaitu syirik dan kekafiran.
Ini tidak jauh dengan ungkapan, ‘Lepas dari gigitan singa, terjatuh ke mulut buaya’. Nah, tentu ini merupakan musibah dan bencana yang menghancurkan iman dan jati diri seorang insan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia berkenan mengampuni dosa lain di bawah tingkatan syirik bagi orang yang dikehendaki-Nya.” (QS. an-Nisaa’ : 116).
Perhatikanlah, inilah realita umat yang hari ini kita hadapi… Ketika aqidah dan akhlak generasi muda telah terkikis dan luntur dari lubuk hati mereka, maka secara otomatis syaitan dan bala tentaranyalah yang bekerja dan memegang kendali dalam tubuh dan akal pikiran mereka. Maka tidaklah mengherankan jika banyak remaja yang menggandrungi kisah-kisah fiksi yang menyajikan lika-liku dunia perdukunan dan sihir menyihir, bahkan ia menempati posisi best seller yang terjual laris dalam waktu yang singkat, laa haula wa laa quwwata illa billaah!
Sementara di sisi lain, kita saksikan kitab-kitab para ulama salaf masih menjadi barang langka yang menghiasi rak dan meja para pemuda dan generasi penerus perjuangan Islam di masa depan. Jangankan memiliki kitabnya, membaca tulisan arab gundul pun mereka tidak sanggup melakukannya… Sungguh memprihatinkan, sebuah umat yang telah diwarisi dengan al-Kitab dan as-Sunnah oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun justru lebih menggandrungi kitab-kitab ‘sihir’ yang memalingkan mereka dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Ketika dahulu para sahabat asyik menelaah dan menyimak hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perbincangan mereka sehari-hari -sampai-sampai mereka menangis-, namun pada hari ini kita saksikan obrolan kaum muda hanya dipenuhi dengan gelak tawa dan isak tangis palsu gara-gara menonton film favorit, pertandingan sepak bola yang sarat dengan suporter ala jahiliyah, dan artis idola atau ramalan bintang anda hari ini, fa inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun.
Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang dikatakannya maka sungguh dia telah kafir kepada wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. al-Bazzar dengan sanad jayid qawiy, disahihkan al-Albani dalam Shahih Targhib wa Tarhib [3044]). al-Qurthubi menjelaskan bahwa yang dimaksud wahyu yang diturunkan tersebut adalah al-Kitab dan as-Sunnah (Fath al-Majid, 268).
Dalam riwayat al-Bazzar yang bersumber dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu dengan lafaz, “Barangsiapa yang mendatangi paranormal, tukang sihir, atau dukun, lalu dia membenarkan perkataannya maka sungguh dia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Shahih Targhib wa Tarhib [3044]). Dalil ini menunjukkan bahwa dukun dan tukang sihir dihukumi kafir, karena mereka telah berani mengaku mengetahui ilmu gaib, padahal perbuatan itu merupakan kekafiran. Demikian juga orang yang membenarkan perbuatan mereka dan meyakini apa yang mereka ucapkan dan meridhai perbuatan tersebut maka hal itu juga termasuk kekafiran, demikian papar Syaikh Aburrahman bin Hasan (Fath al-Majid, hal. 268).
Tentu saja hal ini menunjukkan kepada kita bahwa praktek perdukunan dan paranormal -apa pun istilahnya- merupakan penyakit masyarakat yang sangat ganas dan mematikan. Gara-gara ulah mereka aqidah masyarakat menjadi rusak, tatanan agama menjadi tidak lagi dihiraukan, muncul permusuhan, pengambilan harta tanpa hak, dan pertumpahan darah di atas muka bumi. Lebih parah lagi jika orang-orang itu -dukun/paranormal- telah dilabeli dengan gelar kyai atau pakar pengobatan alternatif. Pada hakikatnya ini adalah penyesatan yang dipoles dengan kata-kata yang indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar