Sabtu, 25 Desember 2010

Kata Anak Punk, Mereka Bukan Anjal. PADANG

Padang - Tidak terima dengan penilaian negatif, komunitas anak punk (KAP) di Padang gerah. Bimo, 23, salah seorang anak punk asal Jambi angkat bicara kepada Singgalang, di Simpang Jalan Simpang Haru, Padang, Kamis (23/12)
Menurut Bimo, makna antar anak jalanan (anjal) dan KAP sangat jauh sekali. Bimo menegaskan ketika berbicara tentang anak jalanan, pemerintah atau lembaga terkait bisa mengatakan warga sekitar sangat resah dengan keberadaan mereka. Sebab, kebanyakan anjal ini memang berprofesi sebagai pengamen dan preman pasar.
Berbeda dengan anjal, KAP diartikan Bimo sebagai komunitas sosial anak-anak muda yang diartikan sebagai komunitas pergerakan atau perlawanan terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang tidak menentu di sebuah daerah atau negara.
“Motto dari KAP adalah ‘equality’ (persamaan hak) sedangkan anjal tidak punya motto, maka dari itu kami berbeda”, tegas Bimo.
Kemudian, Bimo menjelaskan KAP tidak pernah berniat untuk meresahkan warga sekitar dengan penampilan dan pemikiran yang terkesan berlebihan. Menurut Bimo, penampilan yang terkesan sangar dan urakan itu hanyalah sebagai bentuk kesenian dan kebebasan berekspresi dalam diri mereka. Lain halnya dengan anjal, yang memang selalu memakai pakaian compang camping dan tidak terurus.
“Sama seperti pegawai negri sipil (PNS) yang bangga memakai baju seragam dinas mereka, kami juga bangga dengan penampilan kami dengan rambut bergaya mowhak, pakaian serba hitam dan ketat, memakai atribut rantai yang tergantung di saku celana, memakai sepatu boot, kaos hitam, jaket kulit penuh badge atau peniti, serta gelang berbahan kulit dan besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya yang menghiasi pergelangan tangan kami”, jelas Bimo yang didampingi Engki, 26, salah seorang KAP asal Medan.
Meskipun begitu, Bimo tidak menapik memang di antara KAP, terdapat beberapa anggota yang “nakal” dan mencoreng nama baik KAP. Namun, KAP di Indonesia tidak tinggal diam, Bimo bersama KAP lainnya selalu menggelar aksi penyuluhan dan pengecekan terhadap keberadaan 156 anggota KAP di Sumbar.
“Sama halnya seperti yang ditemui di jalanan, ada beberapa aparat berwajib berseragam yang ‘nakal’, KAP juga selalu gencar menghilangkan para KAP ilegal atau KAP ikut-ikutan (followers)”, kata Bimo.
Menurut Bimo, dalam KAP sendiri, sedikitnya terdapat berbagai aturan yang harus dipatuhi anggota. Misalnya, tidak boleh mencari uang di jalanan secara individu dengan tujuan dan maksud yang tidak jelas atau meresahkan. Selain itu, terdapat pula aturan seperti tidak boleh menerima belas kasihan atau pertolongan yang sifatnya “sementara” atau hanya untuk mencari nama baik, seperti yang dilakukan pemerintah.
“Banyak peraturan yang harus dipatuhi dalam KAP, tidak terkecuali kami tidak pernah mau menerima dengan baik usaha pemerintah yang hanya memberi kesejahteraan bagi kami yang bersifat sementara, seperti memberikan uang Rp750 ribu atau menyediakan penginapan gratis selama 15 hari”, tegas Bimo.
Lalu, Bimo menjelaskan, beberapa alasan munculnya anggota baru di KAP. Sedikitnya terdapat dua jenis KAP, stylish dan idealis. Bimo menjelaskan untuk kalangan KAP stylish, berasal dari anggota yang ‘broken home’ atau ‘haus kasih sayang dan perhatian’, sementara KAP idealis lebih menuju kepada anggota yang memang memiliki pemikiran anti-kemapanan dan anti-korupsi.
“Anggota KAP selalu bertambah, namun hanya ada dua jenis dan alasan bergabungnya anggota ke dalam KAP ini”, tegas Bimo yang sudah sejak SMP masuk KAP jenis idealis.
Di tempat bersamaan, Engki, 25, salah seorang anggota KAP kelas stylish, kelas pemimpin membenarkan hal tersebut. Engki menambahkan kalau memang pemerintah dan dinas terkait memiliki niat baik untuk memberantas jumlah anjal, KAP siap membantu, namun dengan kondisi akan menerima kehadiran KAP seperti menerima komunitas anak mobil yang suka nge-track di jalanan setiap minggunya.
“KAP tidak pernah ada niat menyusahkan, tapi hanya ingin dihargai keberadaannya, KAP siap membantu usaha lembaga dan pemerintah terkait memberantas anjal di Kota Padang”, kata Engki.
Engki juga berharap setelah itu, diharapkan pemerintah dan lembaga setempat menyediakan usaha atau lapangan kerja yang tetap yang mampu dikembangkan oleh kemampuan KAP, seperti misalnya usaha pakaian kaos oblong atau yang lain sebagainya.
“KAP itu selalu ada di setiap daerah, di Bogor saja, pemerintahnya menyediakan satu usaha pakaian bagi mereka untuk dikelola dengan baik, dengan begitu “image” KAP tidak akan meresahkan warga Sumbar atau pemerintah lagi”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar